DbClix

Sunday 14 February 2010

Tentang Zuhud


Syaikh Abdul Qadir Jailani ra mengatakan : Seorang yang zuhud itu akan diberikan pahala sebab adanya beberapa bagian dalam dua tahap. Pertama, dia diberi pahala karena meniggalkan bagian-bagian tersebut. Dia tidak mengambilnya dengan hawa nafsu dan muwafaqah kepada nafsu tersebut. Akan tetapi, dia mengambilnya dengan adanya perintah semata. Apabila permusuhan dirinya terhadap nafsu dan pertentangannya terhadap hawanya itu telah menjadi nyata, dia akan dimasukkan dalam golongan orang-orang yang haq dan ahli kewalian. Dia akan dimasukkan dalam golongan orang-orang wali abdal dan ma'rifat. Pada saat itulah dia diperintah untuk mengambil dan menikmatinya (bagian-bagian tersebut). Karena bagian-bagian itu telah menjadi jatahnya dan tidak dijadikan untuk siapapun selain dirinya sendiri. Qalam yang menulisnya telah kering dan pengetahuan tentangnya telah ada lebih dulu. Apabila dia mentaati perintah, berarti dia mengambilnya dengan pengetahuan, lalu menikmatinya dengan berjalannya qadar dan ketentuan didalamnya tanpa adanya pengaruh bagian-bagian tersebut dalam dirinya sama sekali. Bukan karena hawa nafsu maupun keinginannya, juga keinginan kuatnya (himmah). Maka dia akan diberi pahala untuk kedua kalinya. Dia adalah orang yang mengikuti perintah dengan apa yang ia lakukan tersebut, atau orang yang menyesuaikan dengan ketentuan Allah SWT.


Apabila ada orang yang mengatakan, "Bagaimana bisa dikatakan adanya pahala bagi orang yang berada dalam maqam yang paling akhir, dimana kamu mengatakan bahwa dia akan dimasukkan dalam golongan wali abdal dan ahli ma'rifat yang diberikan ketentuan oleh Allah SWT kepada diri mereka. Yang fana' dari sesama makhluk dan hawa nafsu, keinginan, bagian, dan impian, mengharapkan ganti atas amal-amal yang mereka lihat semua ketaatan dan ibadah mereka itu sebagai bentuk karunia dari Allah SWT. Mereka meyakini bahwa sesungguhnya mereka adalah hamba Allah SWT, sedangkan seorang hamba itu tidak mempunyai hak atas tuannya. arena dirinya dengan semua gerakan dan diamnya serta semua usahanya adalah milik Tuannya. Maka bagaimana dapat dikatakan bahwa dia akan diberi pahala, sedangkan ia sendiri tidak mencari pahala dan tidak mengharapkan ganti atas perbuatannya, dan tidak melihatnya sebagai suatu amal. AKan tetapi, dia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang penuh kesalahan dan paling rugi di antara orang-orang yang merugi."

Maka saya akan menjawab, "Ya, yang kamu katakan itu benar. Hanya saja, sesungguhnya Allah SWT itu memberikan karuniaNya dan menganugerahinya dengan semua kenikmatanNya, mendidiknya dengan kelembutanNya dan kasih sayangNya, kebaikan, rahmat, dan kemurahanNya. Karena dia sendiri telah menahan tangannya untuk tidak mencari kemaslahatan dirinya sendiri serta berusaha mendapatkan dagian dan jatahnya serta menarik manfaat dan menolak bahaya dari bagian dan jatah tersebut. Dia bagaikan seorang anak kecil yang masih menyusu, karena dia tidak mempunyai usaha dan gerakan di dalam mendapatkan kemaslahatan untuk dirinya sendiri. Dia adalah orang yang diberi karunia dengan anugerah Allah SWT dan dengan rezekiNya yang berlimpah kepada kedua tangan orang tuanya yang menjadi wakilnya dan yang menanggungnya. Pada saat kemaslahatan dicabut dari dalam dirinya, maka hati sesama makhluk akan merasa kasihan dan sayang kepada dirinya. Sehingga setiap orang akan menyayangi dan memberikan belas kasihnya kepada dia. Jadi seperti inilah, semua yang ada adalah fana', selain Dzat Allah SWT, yang tidak ada gerakan tanpa perintahNya atau ketentuanNya, yang berhubungan dengan karunia dan anugerahNya, baik di dunia maupun di akhirat, yang diberikan karunia dan ditolak darinya semua penderitaan yang bertubi-tubi. Allah SWT berfirman :

"Sesungguhnya Pelindungku adalah Yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Qur'an), dan Dia melindungi orang-orang yang shalih." (QS. Al-A'raaf : 196).

Futuhul Ghaib.

No comments:

Post a Comment